Indahnya Ranu Kumbolo
Trekking menuju Ranu Kumbolo
Pendaki mana yang tak kenal Danau Ranu Kumbolo? Spot ini menjadi
surganya para pendaki yang bertualang di Gunung Semeru, Jawa Timur.
Kecantikan danau ini menjadi kenangan terindah.
Kali ini saya bersama Tim Java Jalan mengadakan trip ke Ranu Kumbolo.
Perjalanan menuju Ranu Kumbolo dimulai dari Surabaya dengan menaiki bus
menuju Malang. Perjalanan yang cepat menuju Malang, hanya membutuhkan
waktu sekitar 1,5 jam. Selanjutnya, kami tiba di Arjosari dan meneruskan
perjalanan dengan angkutan umum menuju Tumpang.
Saat berada di dalam angkot, kami sempat berkenalan dengan salah satu
ibu paruh baya yang dulunya juga hobi mendaki gunung. Dengan antusias,
beliau memberikan tips-tips mendaki dan tempat yang wajib kami kunjungi
saat berada di Semeru.
Sesampainya di Tumpang, kami berhenti di sebuah mini market. Kawasan
Tumpang seolah berubah menjadi kampung pendaki. Ya, banyak sekali
pendaki yang mau melakukan pendakian ke Gunung Semeru saat itu.
Pendaki-pendaki ini berasal dari berbagai daerah. Mulai dari Pulau Jawa,
luar Pulau Jawa, sampai pendaki luar negeri juga ada. Seperti sudah
lama kenal, tanpa canggung kami pun bertukar pikiran sambil menunggu
waktu pendakian.
Tim Java Jalan akhirnya memutuskan untuk naik truk ke Ranu Pani
bersama teman-teman dari Tangerang. Cukup dengan harga Rp 30.000 saja,
Anda beserta rombongan sudah bisa mendapatkan truk yang disewa. Setelah 2
jam menempuh perjalanan, kami harus bertahan melewati jalur panjang
yang berkelok. Setelah terkoyak-koyak selama perjalanan, tidak terasa
kami sudah berada di Ranu Pani. Saat turun dari truk, sudah ada beberapa
rombongan pendaki yang menyambut kedatangan tim kami.
Memutuskan untuk bermalam di beberapa rumah penduduk menjadi pilihan
yang tempat untuk beristirahat. Beruntung, malam itu kami bisa menginap
di rumah Bapak Sumardji. Bila Anda melihat penampilannya, memang tidak
ada yang istimewa. Akan tetapi, laki-laki ini menjadi salah satu saksi
hidup yang turut andil dalam mengevakuasi jenazah Soe Hok Gie yang
meninggal di puncak Semeru pada tahun 1969.
Setelah beristirahat semalaman, pagi harinya semua tim bergegas untuk
mendaki Semeru. Eits, tunggu dulu! Sebelum mendaki, terlebih dahulu
kami menikmati kelezatan soto dan nasi rawon. Menu buatan khas warung
Pak Gareng ini, sudah sangat terkenal di kalangan pendaki. Ya, hampir
semua pendaki menyempatkan diri untuk singgah di warung ini.
Puas merasakan kelezatan soto dan nasi rawon, perjalanan menuju Ranu
Kumbolo pun dimulai. Jam di tangan sudah menunjukkan pukul 08.00 WIB.
Pepohonan, awan putih, dan tanjakan yang menguras tenaga menjadi
pemandangan khas selama pendakian. Suasana pendakian semakin seru,
ketika berpapasan dengan rombongan lain.
Hari itu kami bertemu dengan tim Komunitas Ekologi Pecinta Alam
(EPA). EPA merupakan kumpulan pelajar yang mencintai lingkungan dan
keindahan alam. Seperti pendakian kali ini, mereka tidak hanya berjalan
menuju puncak Semeru. Namun, selama perjalanan mereka juga memunguti
sampah yang tercecer trek pendakian. Selain itu, mereka juga memperbaiki
serta memasang papan penunjuk arah di sepanjang jalur perjalanan menuju
puncak.
Lelah, jenuh, dan jalur yang sulit ternyata membawa kami ke hadapan
'surga' Semeru. Akhirnya, kami pun sampai di Ranu Kumbolo. lanskap
cantik danau yang fenomenal ini, sekilas menghipnotis seluruh pendaki.
Akan tetapi, hari yang semakin gelap menyadarkan kami untuk segera
membuat tenda. Hore! Malam ini kami bermalam di tepi Ranu Kumbolo.
Perlahan langit berubah menjadi gelap, dinginnya angin pegunungan
menusuk seluruh badan. Malam di Ranu Kumbolo semakin terlihat cantik
ketika kabut mulai turun ke permukaan. Ternyata, bukan tim kami saja
yang bermalam di Ranu Kumbolo. Rombongan pendaki dari Malang bermalam
bersama kami.
Untuk menghilangkan rasa dingin, kami pun membuat api unggun untuk
menghangatkan diri. Marshmallow bakar serta hangatnya kopi menjadi
pelengkap saat bermain kartu. Rasanya sudah tidak sabar melihat mentari
terbit di Ranu Kumbolo.
Keesokan paginya adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh kami.
Saat itu kami bisa melihat cantiknya sang mentari yang keluar dari
tepian bukit. Ketika matahari telihat di ufuk timur, makin lama kabut di
Ranu Kumbolo naik dan hilang di permukaan.
Puas melihat pemandangan matahari terbit kami sempatkan untuk menguji
nyali naik ke Tanjakan Cinta. Konon, kalau Anda mampu menaiki tanjakan
tersebut tanpa berhenti dan melihat ke belakang, setelah pulang Anda
akan mendapatkan jodoh.
Sesampainya di puncak tanjakan cinta, kami bisa melihat cantiknya
savana hijau Oro-oro Ombo. Lagi-lagi, kami bertemu dengan sekelompok
pendaki. Uniknya, seluruh pendaki dalam rombongan tersebut menderita
tuna rungu. Saat kami bertanya pada mereka, puncak Semeru menjadi target
pendakiannya. Wow! Sungguh terharu melihat semangat mereka untuk
melihat keindahan yang diciptakan oleh Tuhan.
Sayang, kami tak bisa lagi berlama-lama di Ranu Kumbolo. Kami harus
segera kembali ke Surabaya karena ada kewajiban yang harus kami penuhi.
Kami harus mengucapkan selamat tinggal pada Ranu Kumbolo, suatu saat
kami pasti bisa mencapai puncak Semeru!