Gunung Semeru adalah gunung yang wajib dikunjungi
bagi para pendaki gunung. Selain jalur pendakian yang menantang,
sepanjang perjalanan dari kaki gunung sampai puncak juga menyajikan
pemandangan yang luar biasa indah. Mulai dari areal persawahan,
perbukitan, padang rumput, danau, ladang Edelweis, hutan cemara, hingga
jalur berbatu dan berpasir di sekitar Puncak Mahameru. Tak heran jika Puncak Mahameru menjadi destinasi bagi turis dan pendaki mancanegara.
Ranu Pane adalah desa terakhir di kaki Gunung Semeru yang menjadi entry point para pendaki. Di desa ini terdapat danau bernama Ranu Pane seluas satu hektar, “ranu” berarti “danau” dalam bahasa setempat. Pada zaman penjajahan, desa seluas 225 hektar ini disewa oleh orang Belanda bernama A. Gisius. A. Gisius yang juga merupakan anggota “Nederlandsch-Indische Vereeniging voor Bergsport” atau Perkumpulan Pendaki Gunung Hindia-Belanda ini mempunyai “boerderij” yaitu ladang pertanian dan perkebunan di Ranu Pane yang diberi nama “de Semeroehoeve”. Selain itu, A. Ginius juga memiliki pondokan di Ranu Kumbolo dan di Arcopodo. Setelah Jepang datang mengusir Belanda, keluarga pemilik “boerderij de Semeroehoeve” ini tidak lagi diketahui keberadaannya.
Setelah Ranu Pane, Anda bisa menemukan Ranu Kumbolo yang luasnya mencapai 14 hektar dan berada di ketinggian 2.390 m dpl. Ranu Kumbolo terbentuk dari kawah Gunung Jambangan yang memadat sehingga air hujan tertampung di kawah tersebut. Ranu Kumbolo merupakan danau terbesar di antara danau-danau lain di kawasan Gunung Semeru. Di kawasan ini juga terdapat Ranu Regolo dan Ranu Darungan. Di sebelah barat tepi Ranu Kumbolo terdapat prasasti peninggalan kerajaan Majapahit yang menceritakan perjalanan Empu Kameswara dalam mencari kesucian diri.
Pangonan Cilik terletak tidak jauh dari Ranu Kumbolo. Pangonan Cilik adalah sebuah padang rumput yang terletak di Gunung Ayek-ayek. Nama Pangonan Cilik diambil karena bagi masyarakat setempat padang rumput ini mirip dengan padang penggembalaan ternak (Pangonan). Pangonan Cilik berarti pada penggembalaan ternak yang kecil.
Dari balik bukit di ujung Pangonan Cilik, terdapat padang rumput luas yang dinamakan Oro-oro Ombo. Oro-oro Ombo memiliki arti padang rumput yang luas karena Oro-oro Ombo ini luasnya mencapai 100 hektar. Oro-oro Ombo memiliki lereng-lereng yang ditumbuhi pohon-pohon pinus. Oro-oro Ombo dikelilingi bukit dan gunung sehingga padang rumput ini memiliki panorama yang sangat indah. Salah satu gunung itu adalah Gunung Kepolo, dari balik gunung ini bisa terlihat puncak Gunung Semeru yang selalu menyemburkan asap.
Di sebelah selatan padang rumput Oro-oro Ombo terdapat sebuah hutan yang masuk ke dalam gugusan Gunung Kepolo (3.095 m dpl). Hutan yang didominasi dengan pohon Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) dan tumbuhan paku-pakuan ini dinamakan Cemoro Kandang. Hutan Cemoro Kandang memiliki topografi yang relatif datar dan bila beruntung Anda dapat menemui beberapa jenis burung dan kijang di hutan ini.
Setelah melewati Cemoro Kandang, Anda akan menemukan padang rumput lagi yang dinamakan Padang Rumput Jambangan. Di padang rumput ini, Anda bisa menemukan bunga yang selalu ingin dicari para pendaki gunung, yaitu Bunga Edelweis. Selain itu pohon Cemara dan Mentigi juga banyak tumbuh di Padang Rumput Jambangan ini. Padang rumput ini memiliki topografi yang relatif landai dan dari padang rumput ini Puncak Mahameru sudah bisa terlihat. Puncak yang menjulang tinggi dengan kepulan asap yang menjulang ke angkasa dan alur lahar berwarna perak pada seluruh tebing puncak itu.
Pondok Kalimati merupakan tempat untuk persiapan terakhir sebelum mendaki Gunung Semeru. Nama Kalimati berasal dari sebuah sungai yang tidak lagi berair. Aliran air hanya datang pada musim hujan, ketika itu aliran air menyatu dengan aliran lahar Gunung Semeru. Daerah Kalimati berupa padang rumput dengan tumbuhan semak dan hamparan Bunga Edelweis seluas 20 hektar yang dikelilingi hutan dan bukit-bukit rendah. Sekitar satu kilometer ke arah barat dari Pondok Kalimati, terdapat sumber air yang dinamakan Sumber Manik. Sumber Manik konon digunakan umat Hindu untuk mengambil tirta atau air suci dalam pendakian Semeru.
Dari Kalimati, perjalanan dilanjutkan dengan pendakian yang cukup menanjak. Arcopodo berada di lerek Gunung Semeru. Untuk mencapainya, Anda harus melewati jalanan yangg terus menanjak dan berliku-liku di antara hutan cemara dengan kondisi tanah sedikit berdebu. Arcopodo adalah dua buah arca kembar yang sempat dikabarkan hilang. Pada tahun 1984, Herman Lantang dan Norman Edwin menemukan keberadaan arca kembar ini. Di tempat ini juga terdapat belasan prasasti para pendaki Semeru yang meninggal dunia, salah satunya prasasti Soe Hok-gie dan Idhan Lubis yang meninggal pada 16 Desember 1969. Namun pada tahun 2002, prasasti Soe Hok-gie dipindahkan ke Puncak Mahameru.
Arcopodo merupakan tempat transit sementara sebelum jalur pendakian yang semakin berat. Arcopodo juga merupakan batas vegetasi terakhir, setelah Arcopodo Anda tidak bisa lagi menemui tumbuhan yang hidup, kecuali satu-satunya pohon cemara yang disebut Cemoro Tunggal. Sayangnya, Cemoro Tunggal ini pun sudah tumbang pada November 2009. Selanjutnya, perjalanan dari Arcopodo ke Puncak Mahameru hanya menampilkan lereng-lereng terjal berbatu dan berpasir dengan kemiringan 60 derajat sampai 80 derajat.
Setelah melalui medan pendakian yang berat, Anda akan sampai di Puncak Mahameru. Dari Puncak Mahameru, Anda bisa menikmati pemandangan indah di puncak tertinggi di Pulau Jawa ini. Di sebelah barat terhampar Kota Malang, di sebelah utara terlihat Gunung Kepolo dan pegunungan Tengger, di sebelah timur tampak Gunung Argopuro, dan di sebelah selatan Anda bisa melihat garis pantai Laut Selatan.
Selain itu, Anda juga bisa menikmati pemandangan kepulan asap yang dilontarkan dari kawah Jonggring Seloko. Setiap 15-30 menit, kawah Jonggring Seloko akan meletuskan bebatuan vulkanik yang didahului dengan asap putih, asap kelabu, dan bahkan hitam yang membumbung tinggi sampai ketinggian 800 meter.
Ranu Pane adalah desa terakhir di kaki Gunung Semeru yang menjadi entry point para pendaki. Di desa ini terdapat danau bernama Ranu Pane seluas satu hektar, “ranu” berarti “danau” dalam bahasa setempat. Pada zaman penjajahan, desa seluas 225 hektar ini disewa oleh orang Belanda bernama A. Gisius. A. Gisius yang juga merupakan anggota “Nederlandsch-Indische Vereeniging voor Bergsport” atau Perkumpulan Pendaki Gunung Hindia-Belanda ini mempunyai “boerderij” yaitu ladang pertanian dan perkebunan di Ranu Pane yang diberi nama “de Semeroehoeve”. Selain itu, A. Ginius juga memiliki pondokan di Ranu Kumbolo dan di Arcopodo. Setelah Jepang datang mengusir Belanda, keluarga pemilik “boerderij de Semeroehoeve” ini tidak lagi diketahui keberadaannya.
Setelah Ranu Pane, Anda bisa menemukan Ranu Kumbolo yang luasnya mencapai 14 hektar dan berada di ketinggian 2.390 m dpl. Ranu Kumbolo terbentuk dari kawah Gunung Jambangan yang memadat sehingga air hujan tertampung di kawah tersebut. Ranu Kumbolo merupakan danau terbesar di antara danau-danau lain di kawasan Gunung Semeru. Di kawasan ini juga terdapat Ranu Regolo dan Ranu Darungan. Di sebelah barat tepi Ranu Kumbolo terdapat prasasti peninggalan kerajaan Majapahit yang menceritakan perjalanan Empu Kameswara dalam mencari kesucian diri.
Pangonan Cilik terletak tidak jauh dari Ranu Kumbolo. Pangonan Cilik adalah sebuah padang rumput yang terletak di Gunung Ayek-ayek. Nama Pangonan Cilik diambil karena bagi masyarakat setempat padang rumput ini mirip dengan padang penggembalaan ternak (Pangonan). Pangonan Cilik berarti pada penggembalaan ternak yang kecil.
Dari balik bukit di ujung Pangonan Cilik, terdapat padang rumput luas yang dinamakan Oro-oro Ombo. Oro-oro Ombo memiliki arti padang rumput yang luas karena Oro-oro Ombo ini luasnya mencapai 100 hektar. Oro-oro Ombo memiliki lereng-lereng yang ditumbuhi pohon-pohon pinus. Oro-oro Ombo dikelilingi bukit dan gunung sehingga padang rumput ini memiliki panorama yang sangat indah. Salah satu gunung itu adalah Gunung Kepolo, dari balik gunung ini bisa terlihat puncak Gunung Semeru yang selalu menyemburkan asap.
Di sebelah selatan padang rumput Oro-oro Ombo terdapat sebuah hutan yang masuk ke dalam gugusan Gunung Kepolo (3.095 m dpl). Hutan yang didominasi dengan pohon Cemara Gunung (Casuarina junghuniana) dan tumbuhan paku-pakuan ini dinamakan Cemoro Kandang. Hutan Cemoro Kandang memiliki topografi yang relatif datar dan bila beruntung Anda dapat menemui beberapa jenis burung dan kijang di hutan ini.
Setelah melewati Cemoro Kandang, Anda akan menemukan padang rumput lagi yang dinamakan Padang Rumput Jambangan. Di padang rumput ini, Anda bisa menemukan bunga yang selalu ingin dicari para pendaki gunung, yaitu Bunga Edelweis. Selain itu pohon Cemara dan Mentigi juga banyak tumbuh di Padang Rumput Jambangan ini. Padang rumput ini memiliki topografi yang relatif landai dan dari padang rumput ini Puncak Mahameru sudah bisa terlihat. Puncak yang menjulang tinggi dengan kepulan asap yang menjulang ke angkasa dan alur lahar berwarna perak pada seluruh tebing puncak itu.
Pondok Kalimati merupakan tempat untuk persiapan terakhir sebelum mendaki Gunung Semeru. Nama Kalimati berasal dari sebuah sungai yang tidak lagi berair. Aliran air hanya datang pada musim hujan, ketika itu aliran air menyatu dengan aliran lahar Gunung Semeru. Daerah Kalimati berupa padang rumput dengan tumbuhan semak dan hamparan Bunga Edelweis seluas 20 hektar yang dikelilingi hutan dan bukit-bukit rendah. Sekitar satu kilometer ke arah barat dari Pondok Kalimati, terdapat sumber air yang dinamakan Sumber Manik. Sumber Manik konon digunakan umat Hindu untuk mengambil tirta atau air suci dalam pendakian Semeru.
Dari Kalimati, perjalanan dilanjutkan dengan pendakian yang cukup menanjak. Arcopodo berada di lerek Gunung Semeru. Untuk mencapainya, Anda harus melewati jalanan yangg terus menanjak dan berliku-liku di antara hutan cemara dengan kondisi tanah sedikit berdebu. Arcopodo adalah dua buah arca kembar yang sempat dikabarkan hilang. Pada tahun 1984, Herman Lantang dan Norman Edwin menemukan keberadaan arca kembar ini. Di tempat ini juga terdapat belasan prasasti para pendaki Semeru yang meninggal dunia, salah satunya prasasti Soe Hok-gie dan Idhan Lubis yang meninggal pada 16 Desember 1969. Namun pada tahun 2002, prasasti Soe Hok-gie dipindahkan ke Puncak Mahameru.
Arcopodo merupakan tempat transit sementara sebelum jalur pendakian yang semakin berat. Arcopodo juga merupakan batas vegetasi terakhir, setelah Arcopodo Anda tidak bisa lagi menemui tumbuhan yang hidup, kecuali satu-satunya pohon cemara yang disebut Cemoro Tunggal. Sayangnya, Cemoro Tunggal ini pun sudah tumbang pada November 2009. Selanjutnya, perjalanan dari Arcopodo ke Puncak Mahameru hanya menampilkan lereng-lereng terjal berbatu dan berpasir dengan kemiringan 60 derajat sampai 80 derajat.
Setelah melalui medan pendakian yang berat, Anda akan sampai di Puncak Mahameru. Dari Puncak Mahameru, Anda bisa menikmati pemandangan indah di puncak tertinggi di Pulau Jawa ini. Di sebelah barat terhampar Kota Malang, di sebelah utara terlihat Gunung Kepolo dan pegunungan Tengger, di sebelah timur tampak Gunung Argopuro, dan di sebelah selatan Anda bisa melihat garis pantai Laut Selatan.
Selain itu, Anda juga bisa menikmati pemandangan kepulan asap yang dilontarkan dari kawah Jonggring Seloko. Setiap 15-30 menit, kawah Jonggring Seloko akan meletuskan bebatuan vulkanik yang didahului dengan asap putih, asap kelabu, dan bahkan hitam yang membumbung tinggi sampai ketinggian 800 meter.
No comments:
Post a Comment